Pusat Pengetahuan
-
Infrastruktur Hijau di Indonesia
Indonesia adalah negara terpadat keempat dan salah satu perekonomian dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Pertumbuhan ekonomi yang cepat ini di satu sisi telah meningkatkan standar hidup masyarakat. Namun di sisi lain, juga meningkatkan degradasi lingkungan dan kerentanan terhadap dampak perubahan iklim.
Indonesia yang telah meratifikasi Perjanjian Paris, berkomitmen untuk menciptakan iklim investasi yang konsisten dengan jalur pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim.
Indonesia saat ini berencana untuk memperluas pembangunan infrastruktur hijaunya untuk meraih manfaat ekonomi dan lingkungan karena infrastruktur hijau akan menjadi jaringan yang menyediakan modal untuk memecahkan berbagai tantangan perkotaan dan iklim dengan membangun secara ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kesenjangan Pembiayaan Infrastruktur
Low Carbon Development Initiative (LCDI) memperkirakan jalur pembangunan rendah karbon Indonesia membutuhkan jumlah total investasi pembangunan rendah karbon rata-rata mencapai US$21,9 miliar per tahun untuk periode 2020-2024, yaitu sekitar 1,7% dari Produk Domestik Bruto Indonesia. Sehingga, porsi investasi pembangunan rendah karbon Indonesia mencapai 2,3% dari PDB hingga tahun 2045.
-
Pengelolaan Limbah Padat
Sekitar 70% limbah padat yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia setiap tahun dikirim ke tempat pembuangan sampah terbuka, yang berdampak negatif pada kesehatan lingkungan dan masyarakat setempat.
Pemerintah Indonesia terus berupaya dan berkomitmen mengembangkan strategi yang komprehensif – dari sisi kebijakan dan kapasitas kelembagaan – untuk mendukung pengelolaan sampah di tingkat lokal; peningkatan kapasitas pengelolaan limbah di perkotaan; mengurangi sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) dengan mempromosikan aksi 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan mengubah sampah menjadi energi.
Pada bulan Maret 2019, Pemerintah Indonesia merilis program nasional yang ambisius untuk pengelolaan sampah yang bertujuan mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% dan sampah padat sebesar 30%. Inisiatif ini adalah bagian dari Global Plastic Action Partnership, yang menggunakan model analitis inovatif untuk pengambilan keputusan berbasis data, untuk memperkirakan investasi yang dibutuhkan, tahapan waktu, jejak lingkungan dan emisi gas rumah kaca serta dampak proyek terhadap kehidupan masyarakat.
Contoh Potensi Investasi GII
- Pengumpulan sampah dan pemilahan bahan yang bisa didaur ulang termasuk pengurangan, pemisahan sampah di sumbernya atau di pusat pengelolaan.
- Perlindungan banjir dan rehabilitasi tempat pembuangan akhir yang ada.
- Pembangunan tempat pembuangan akhir yang bersih dan terkontrol.
- Pengumpulan dan pengolahan lindi di TPA yang ramah lingkungan.
- Pengolahan limbah mekanis-biologis untuk produksi bahan bakar pengganti yang berkalori tinggi untuk pembakaran bersama, misalnya di pabrik semen.
- Pendirian pabrik pemilahan sampah atau fasilitas pemulihan bahan (MRF) untuk produksi dan pemasaran pecahan bahan daur ulang yang terpisah.
- Pemrosesan Limbah-ke-Energi, seperti pembangunan pabrik insinerasi untuk kota-kota besar atau daerah padat penduduk setelah dilakukan pemisahan limbah bernilai kalori rendah; dan pengumpulan gas TPA untuk digunakan sebagai pembangkit energi (listrik).
-
Pengelolaan Air dan Limbah Cair
Indonesia sebagai negara terpadat keempat di dunia terus mengalami urbanisasi. Saat ini lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di perkotaan; jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga hampir tiga perempatnya pada tahun 2045, tepat pada peringatan seratus tahun kemerdekaan Indonesia.
Analisis Bank Dunia menunjukkan, hanya 2 persen rumah tangga di pusat kota Jakarta, yang berpenduduk 10 juta jiwa, terhubung ke sistem pembuangan limbah umum. Sebagian besar rumah tangga di perkotaan memiliki tangki septik (septic tank) – tetapi bocor, meresap ke tanah, sehingga hampir tidak perlu disedot. Sementara kotoran rumah tangga yang disedot tidak selalu disalurkan ke fasilitas pengolahan limbah. Sehingga data Bank Dunia mencatat, sebanyak 95 persen air limbah Indonesia mengalir ke ladang pertanian, sungai, dan saluran terbuka.
Dampak kesehatan dari hal ini sangat besar. Kualitas air tanah yang semakin buruk berkontribusi langsung terhadap kematian bayi (212 per 1000 kelahiran dibandingkan dengan 59 per 1000 kelahiran di negara berpenghasilan menengah lainnya di Asia Tenggara). Penderita tifus di Indonesia juga sangat tinggi dibanding negara di wilayah dan tingkat pendapatan yang setara. Stunting juga masih menjadi masalah kesehatan yang parah di Indonesia.
Contoh Potensi Investasi GII
- Peningkatan kualitas pasokan air untuk masyarakat secara merata dan bisa diandalkan.
- Analisis sumber air baku untuk jaringan pasokan baru atau yang sedang berkembang – baik pasokan lokal atau pasokan regional.
- Mengurangi kebocoran air dan pendapatan.
- Digitalisasi sistem pengumpulan limbah dan penagihan.
- Perbaikan dalam prosedur diagnostik dan pengoperasian dan manajemen digital.
- Meningkatkan keamanan air di perkotaan
- Pengumpulan air hujan dan perbaikan sistem drainase.
- Sistem pembuangan air limbah yang terintegrasi termasuk untuk septic tank dan grey water dari rumah tangga menggunakan teknologi tepat guna.
- Perlindungan banjir kota-kota pesisir dan kota-kota di sepanjang sungai.
- Adaptasi ruang publik (jalan, alun-alun, dll.) sebagai kolam retensi untuk menahan hujan deras (konsep kota spons).
- Pembangkitan energi dari biogas di instalasi pengolahan air limbah yang ada termasuk potensi untuk penyerapan (co-digestion) limbah cair organik.
- Efisiensi Energi.
- Pengumpulan dan pengolahan kotoran tinja melalui sistem sanitasi yang terdesentralisasi.
- Upaya-upaya untuk mengatasi kendala kelembagaan – struktural, sumber daya manusia.
-
Angkutan Umum Perkotaan
Sektor transportasi menyumbang sekitar 30% dari total emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia – secara komparatif lebih besar dari rata-rata global yang sekitar 23%.
Presiden Joko Widodo terus berupaya meningkatkan konektivitas dan transportasi umum, Dua sektor ini menjadi prioritas sosial dan lingkungan yang penting yang bertujuan untuk meningkatkan akses bagi lebih banyak orang di lebih banyak tempat, mengurangi kemacetan dan polusi udara serta mendorong pertumbuhan perdagangan dan ekonomi – tanpa berkontribusi terhadap total emisi GHS.
Kemacetan dan polusi udara berdampak terhadap ekonomi, kesehatan dan perubahan iklim. Kota-kota besar di Indonesia menjadi target bagi pengentasan masalah-masalah ini. Sekitar 50% dari Proyek Strategis Nasional Pemerintah Indonesia didedikasikan untuk infrastruktur transportasi, namun masih kurang dari seperempatnya yang masuk dalam kategori infrastruktur hijau.
Contoh Potensi Investasi GII
- Pengkajian permintaan angkutan umum perkotaan saat ini dan masa depan (survei, hubungan dengan perencanaan kota, dll.).
- Pengenalan atau peningkatan semua moda angkutan umum dari bus reguler, busway, BRT, mini bus (angkot) dan taksi ke sistem kereta api seperti MRT, LRT/trem; termasuk pembangunan infrastruktur terkait (bawah/jalan layang, jalur bus, simpang susun, dll).
- Elektrifikasi angkutan umum (baterai listrik, bus troli) dengan integrasi solusi energi terbarukan.
- Konektivitas hingga akhir atau last-mile: Pengembangan infrastruktur dan layanan untuk pejalan kaki, pengendara sepeda dan semua jenis kendaraan roda, termasuk jalur sepeda dan jalan raya bersepeda, pejalan kaki di seluruh area, fasilitas tambahan untuk memperluas “area catchment” sistem transportasi umum.
- Tata Kelola Lalu Lintas dan Wilayah:
- Pengurangan polusi/Peningkatan kualitas udara perkotaan:
- Logistik ramah lingkungan:
– Membantu menyiapkan Sistem Transportasi Cerdas untuk mendukung moda transportasi umum yang ramah lingkungan.
– Pengembangan dan dukungan pendekatan Pengembangan Berorientasi Transit, termasuk pengembangan layanan jarak jauh, densifikasi, dll.– Peningkatan pengendalian emisi dan pengujian kendaraan, , pemasangan pemantau polusi udara untuk mengukur SO2, CO2, NO2, NO dan partikulat (PM-10 dan PM-2.5);
– Perhitungan transparan pengurangan emisi GRK dari berbagai skenario investasi.– Dukungan untuk pembaruan dan konsolidasi armada.
– Pengembangan hub angkutan dan pusat konsolidasi.
– Konektivitas pelabuhan dan peningkatan daerah pedalaman.