Pengelolaan Air dan Air Limbah

Indonesia sebagai negara terpadat keempat di dunia terus mengalami urbanisasi. Saat ini lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di perkotaan; jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga hampir tiga perempatnya pada tahun 2045, tepat pada peringatan seratus tahun kemerdekaan Indonesia.

Analisis Bank Dunia menunjukkan, hanya 2 persen rumah tangga di pusat kota Jakarta, yang berpenduduk 10 juta jiwa, terhubung ke sistem pembuangan limbah umum. Sebagian besar rumah tangga di perkotaan memiliki tangki septik (septic tank) – tetapi bocor, meresap ke tanah, sehingga hampir tidak perlu disedot. Sementara kotoran rumah tangga yang disedot tidak selalu disalurkan ke fasilitas pengolahan limbah. Sehingga data Bank Dunia mencatat, sebanyak 95 persen air limbah Indonesia mengalir ke ladang pertanian, sungai, dan saluran terbuka.

Dampak kesehatan dari hal ini sangat besar. Kualitas air tanah yang semakin buruk berkontribusi langsung terhadap kematian bayi (212 per 1000 kelahiran dibandingkan dengan 59 per 1000 kelahiran di negara berpenghasilan menengah lainnya di Asia Tenggara). Penderita tifus di Indonesia juga sangat tinggi dibanding negara di wilayah dan tingkat pendapatan yang setara. Stunting juga masih menjadi masalah kesehatan yang parah di Indonesia.

Waterwaste

Contoh Potensi Investasi GII

  1. Peningkatan kualitas pasokan air untuk masyarakat secara merata dan bisa diandalkan.
  2. Analisis sumber air baku untuk jaringan pasokan baru atau yang sedang berkembang – baik pasokan lokal atau pasokan regional.
  3. Mengurangi kebocoran air dan pendapatan.
  4. Digitalisasi sistem pengumpulan limbah dan penagihan.
  5. Perbaikan dalam prosedur diagnostik dan pengoperasian dan manajemen digital.
  6. Meningkatkan keamanan air di perkotaan
  7. Pengumpulan air hujan dan perbaikan sistem drainase.
  8. Sistem pembuangan air limbah yang terintegrasi termasuk untuk septic tank dan grey water dari rumah tangga menggunakan teknologi tepat guna.
  9. Perlindungan banjir kota-kota pesisir dan kota-kota di sepanjang sungai.
  10. Adaptasi ruang publik (jalan, alun-alun, dll.) sebagai kolam retensi untuk menahan hujan deras (konsep kota spons).
  11. Pembangkitan energi dari biogas di instalasi pengolahan air limbah yang ada termasuk potensi untuk penyerapan (co-digestion) limbah cair organik.
  12. Efisiensi Energi.
  13. Pengumpulan dan pengolahan kotoran tinja melalui sistem sanitasi yang terdesentralisasi.
  14. Upaya-upaya untuk mengatasi kendala kelembagaan – struktural, sumber daya manusia.